Belajar Menunaikan Hak Ukhuwah Bersama Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah


Berkata Al-Alim Ar-Rabbani Ahmad bin Hanbal rahimahullah:

“Demi Allah wahai putraku, tidak terlewatkan malam selama 30 tahun ini kecuali aku mendoakan Asy-Syafi’i. Asy-Syafi’i itu seperti matahari bagi bumi dan keselamatan bagi manusia. Perhatikanlah apakah ada pengganti sepeninggalannya?”

Perkataan yang membuat haru menangis. Dari ucapan ini bisa diketahui, si pemilik lisan sangat mengetahui kadar orang yang disebutnya. Hati manusia menjadi hidup dan berbagai karya ilmiah dicetak atas jasa Asy-Syafi’i rahimahullah. Hingga manusia memperoleh keutamaan yang disertifikasi melalui lisan muwahid, ahli ibadah dan mujahid. Manusia menjadi bersungguh-sungguh dalam ibadahnya, mengikuti jejak sang Imam dalam mengejar negeri akhirat, mengharap rahmat Allah dan takut atas perbuatan dosa.

Ya akhi, perkataan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah merupakan jenis perkataan cinta karena Allah, yang diucapkan dengan kejujuran tinggi dan ia menimbang Asy-Syafi’i secara adil. Perkataan ini adalah tauladan berharga bekal bagi lisanmu untuk merintis jalan ke surga. Perhatikan ucapan ini supaya engkau mengetahui siapa saja mereka kelompok yang mengikuti jalan ini. Perkataan ini bak senandung yang diiringi alunan merdu,  karena muncul dari relung hati yang penuh kejujuran. Perkataan ini merupakan perkataan orang orang yang tidak menyombongkan diri di muka bumi dan tidak berbuat kerusakan.

Penyakit hasad (dengki) kronis justru malahan terjadi pada teman karib. Dan lebih berhaya lagi bila terjadi antara alim ulama. Demi Allah, hasad yang menimpa kawan karib itu seperti cuka dalam madu, merusak agama seseorang, menghilangkan kewibawaannya dan kemuliannya, menjatuhkan harga dirinya, menghilangkan akal sehat sampai sampai seseorang berubah seperti serigala yang hanya tahu menumpahkan darah dan mencabik harga diri. Hasad menjadi hobi seolah-olah Allah tidak berada di dekatnya. Seolah-olah ia tidak mengenal negeri akhirat, tidak tahu cara mendengar dengan cara yang adil dan ia bukan termasuk golongan yang mendapat rahmat.

Inilah Ahmad bin Hanbal mengenal potensi dan kadar Syafi’i. Imam yang memperoleh gelar Pembela As-sunnah dari umat. Tetapi dengan gelar tersebut ia mau duduk belajar dengan Al-Alim Asy-syafi’i tentang ilmu fikih. Ia duduk merunduk di hadapan  Asy-Syafi’i tanpa setitikpun hasad dalam hatinya. ia juga tidak mencela kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Syafi’i sebagaimana setiap makhluk pasti memiliki ksesalahan. Bahkan tetap memuliakannya meskipun dijumpai kesalahan. Ia paham, memuliakan orang lain berarti kemuliaan bagi dirinya sendiri. Memuliakan orang lain adalah perbuatan orang orang mulia yang membuat Allah mencintai hamba-Nya. Dengan sikap tersebut, Allah meninggikan derajat Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, setelah itu terucaplah kalimat emas ini dari lisannya. Yang demi Allah, bila kita mencermatinya tentu kita tak akan dapat menahan tangis.

"Asy-Syafi’i itu seperti matahari bagi bumi dan keselamatan bagi manusia."

Ya Allah, Ya Arhamu Raahimiin, seperti apakah pemilik hati ini yang diberi petunjuk bisa mengucapkan perkataan yang ajaib. Demi Allah, penyair pun tidak  akan mampu menggubah syair seperti ini meskipun ia merenung sebulan lamanya.

"Tidak terlewatkan malam selama 30 tahun ini kecuali aku mendoakan Asy-Syafi’i."

Demi Allah, andai kalimat ditujukan untuk bunda atau ayahnya maka memang sudah sepantasnya diucapkan untuk keduanya. Perkataan yang jelas akan naik pada Allah dan sampai pada kedua orang tuanya. Lalu bagaimana jika itu diucapkan untuk menunaikan hak sahabat. Seseorang yang menginap di rumahnya sebagai tamu dan pendatang. Lalu Ahmad belajar tata bahasa di hadapannya, mendengar ajarannya dan mendiskusikannya.

Saat Yahya bin Muin mendengar hal tersebut ia berkata: Seandainya Yahya turut belajar dengan “shof kedua” sungguh itu menjadi kebaikan bagi dirinya. Aku tidak tahu apakah yang dimaksud “shof kedua” hendak memuji Syafi’i atau memuji hati milik Al-Alim Ar-Rabbani Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani!

Dimanakah kalian yang ingin memasuki dunia yang bernama ilmu dan pemilik ilmu tetapi yang kalian pahami hanya mengumpulkan aib-aib makhluk!

Dimana kalian yang menapaki ilmu fikih dan hadits kemudian kalian tidak dapat melihat keutamaan atau kebaikan dalam diri seseorang. Bahkan semua kemuliaan pada orang lain yang kalian lihat menjadi tercela di mata kalian. Semua kebaikan yang ia kerjakan bagi kalian menjadi seribu cela, zhan (prasangka) dan dosa-dosa!

Kalian terbunuh oleh hasad.
Terbunuh oleh zhan (prasangka).
Kalian menjadi sangat rusak akibat perbuatan buruk dan dosa.
Kalian sibuk dengan dosa manusia dan berpaling untuk melihat kemuliaan orang lain.

Semuanya jatuh di mata Allah. Murid-murid kalian hanya belajar untuk bagaimana mencari-cari kesalahan kalian. Jiwa kalian menjadi kering kerontang akibat celaan kalian pada orang lain. Perhatikan medan ilmu, dakwah dan jihad hari ini. Apakah kalian tidak melihat selain dari hasad, saling mencabik dan saling memotong! Perhatikan medan orang-orang yang semangat beragama. Apakah kalian tidak melihat kecuali permusuhan dan menyibukkan murid-murid dan anggota jamaah dengan qila wa qala (katanya dan katanya). Mencari-cari kesalahan dan ketergelinciran orang lain!

Agama apa ini yang tidak melihat kecuali keburukan dari ikhwan-ikhwan. Enggan dan marah menyebut kemulian dan kebaikan orang lain. Demi Allah tidak akan mendapatkan kemuliaan sampai kamu melihat kemuliaan pada diri orang lain. Kamu tidak akan memahami ilmu sampai kamu melihat ilmu pada orang lain. Sedangkan apa yang engkau lihat pada dirimu sendiri hanyalah ketertipuan dan kerendahan derajat di mata Allah ta’ala.

Ketika kamu mendengar perkataan dari orang yang lebih baik ilmunya, kemudian Allah membuat ilmunya bermanfaat bagi makhluk, jangan lupa mendoakannya supaya kamu bisa mencontoh apa yang diperbuat Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah bahkan mungkin saja mencontoh tuannya bin Hanbal yaitu Rasullullah shalallahu  ‘alaihi wa sallam.

Jika kamu melihat seseorang duduk mengajar ilmu agama, hendaknya kamu turut berbahagia, berterima kasih padanya dan mendoakannya menjadi ustadz yang rabbani. Ketika kamu mendengar manusia berbicara tentang kemulian seorang alim dan si alim itu adalah ikhwanmu, maka pujilah Allah atas kecintaan manusia pada ulama. Khusyukan hatimu agar tidak menjadi belanga racun, dosa-dosa, terjatuh dalam keburukan setelah berbuat kebaikan, dan kehancuran karena itu akan membunuhmu. Jangan sangka apa yang engkau sembunyikan dari keburukan perbuatanmu tidak akan dikenal manusia.

Semoga Allah merahmati Al-Imam Asy-Syafi’i yang tidak melihat orang lain kecuali ia menginginkan Allah menampakkan al-haq pada lisan orang yang menyelisihinya.
Semoga Allah merahmati Syafi’i yang mendamba mempelajari akhlak ilmu ini tanpa bermaksud agar orang lain menyandarkan ilmu tersebut pada dirinya.
Semoga Allah merahmati Al-Imam Ahmad bin Hanbal yang mengajari kita bagaimana sikap orang berilmu dalam menjalin hubungan sesama alim, kecintaan sesama ikhwah dan berbuat adil dengan para ikhwah.

Penulis: Syeikh Abu Qatadah Al-Falestini fakallahu asrah
Alih bahasa: Zen Ibrahim 
Editing: Ukhti Fani
11 Rajab 1439/18 Maret 2018

Sumber terjemahan: Channel Resmi Syeikh Abu Qatadah https://t.me/ShAbuQatadah2

Artikel ini tersedia dalam berbagai format yang bisa di unduh gratis di halaman download.


Ikuti update project penerjemahan kami di Pustaka Qolbun Salim.
Fanspage https://www.facebook.com/pustakaqolbunsalim
Channel Telegram @pustakaqolbunsalim https://t.me/pustakaqolbunsalim

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Belajar Menunaikan Hak Ukhuwah Bersama Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah"

Posting Komentar